Selasa, 23 Maret 2010

PENGARUH STARTER Saccharomyces cerevisiae TERHADAP PEMBENTUKAN ALKOHOL

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Semangka (Citrullus vulgaris, Schard) adalah tanaman yang berasal dari Afrika kemudian menyebar ke India dan Cina. Pada saat ini tanaman semangka penyebarannya lebih luas lagi yaitu meliputi daerah sub tropik dan tropik sebagai komoditi penting yang bernilai ekonomis (Rukmana, 1994).
Produksi buah semangka Indonesia pada tahun 1992 sebagai 299.344 ton. Selanjutnya Nuswamarhaeni, Prihatini dan Pohan (1995) menyatakan bahwa pada saat ini produksi buah , semangka Indonesia sebanyak 10-20 ton/ha tiap tahunnya.
Buah semangka memiliki buah simpan yang cukup pendek, yaitu 7-10 hari setelah panen. Banyaknya produksi buah semangka, masa simpan yang cukup pendek serta terlalu lama dipasaran menyebabkan buah ini akan cepat hancur (rusak) pada bagian dalam, hal ini dapat pula menyebabkan pencemaran lingkungan serta merupakan sumber penyebaran dari berbagai macam penyakit. Salah satu alternative untuk menanggulangi masalah tersebut adalah dengan penerapan bioteknologi, sehingga dapat dihasilkan produk baru yang mempunyai nilai tambah.
Adapun komposisi dari buah semangka dalam 100 g bahan adalah : air 92,10 %, kalori 28,00 kal, protein 0,5 g, lemak 0,20 g, karbohidrat 6,90 g, kalsium 7,00 mg, vitamin A 590 SI, vitamin B 0,05 mg, vitamin C 6,00 mg (Direktorat Gizi Departemen Kesehatan Indonesia cit. Rukmana, 1994).
Berdasarkan komposisi dari buah semangka tersebut, maka buah ini dapat digunakan sebagai bahan dasar (substrat) dalam fermentasi alkohol. Suriawiria (1986) menyatakan bahwa untuk proses fermentasi alkohol sering digunakan berbagai sumber energi seperti :
1. Berbagai jenis gula, seperti gula tebu, gula bit, molase dari sari buah.
2. Berbentuk pati, seperti pati dari serealea, umbi-umbian.
3. Berbentuk selulose, seperti serbuk gergaji.
Dalam proses fermentasi,salah satu faktor yang menetukan adalah starter sebelum gula difermentasi menjadi alkohol oleh khamir terlebih dahulu dibuat starter yang bertujuan untuk memperbanyak dan untuk memudahkan khamir beradaptasi dengan bahan fermentasi. Lamanya waktu inkubasi untuk starter bias aktif sekitar 24 jam (Departemen Perindustrian, 1977). Pemberian jumlah starter yang tepat sangat menentukan produk alkohol yang dihasilkan seperti yang dinyatakan oleh Periadnadi (1985) bahwa fermentasi terhadap nila aren dengan menggunakan dosis starter 7,5 ml S. cerevisiae dalam 100 ml bahan fermentasi menghasilkan kadar alkohol yaitu 12,3 % dalam waktu 14 hari, sedangkan Kusumawati (1985) dengan menggunakan sari buah nenas dengan dosis starter 10 ml S. cerevisiae dalam 100 ml bahan fermentasi dengan lama fermentasi 14 hari mendapatkan kadar alkohol 9,07 %. Selanjutnya Ratni (1990) menyatakan bahwa dengan dosis starter 10 ml S. cerevisiae dalam 100 ml dengan lama fermentasi 14 hari mendapatkan kadar alkohol 8,86 % dengan bahan baku sari jahe. Begitu juga dengan Jusfah (1990) dengan menggunakan dosis starter 2,5 g S. cerevisiae dalam 100 ml bahan fermentasi mendapatkan kadar alkohol yang tinggi yaitu 12,03 % dengan menggunakan bahan baku batang pisang dengan lama fermentasi 72 jam.
Dari uraian di atas diketahui bahwa dosis starter dan lama fermentasi berpengaruh terhadap alkohol yang dihasilkan.

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dalam penelitian ini akan membahas tentang :
1. Bagaimana kemampuan dari Saccharomyces cerevisiae menghasilakn alkohol dengan menggunakan kulit semangka sebagai medianya.
2. Bagaimana pengaruh perbedaan konsentrasi S. cerevisiae sebanyak 2,5 gr, 5 gr, 7,5 gr , dan 10 gr dari 97,5 ml, 95 ml, 92,5 ml, dan 90 ml pati kulit semangka terhadap kaar alkohol.
1.3 Tujuan
Adapun tujuan penelitian ini adalah :
1. Mengetahui kemampuan dari S.cerevisiae dalam menghasilkan alkohol dengan konsentrasi yang berbeda-beda pada media kulit semangka.
2. Untuk melihat kemampuan dari S.cerevisiae dalam merubah karbohidat yang terkandung dalam kulit semangka menjadi alkohol.
1.4 Masalah
Penelitian ini dilakukan agar dapat memberikan pengetahuan umum bagi seluruh masyarakat, bahwa kulit semangka dapat bernilai ekonomis dengan penerapan bioteknologi.
1.5 Hipotesa
Semakin tinggi konsentrasi S. cerevisiae maka semakin tinggi kadar alkohol yang dihasilkan, tetapi volumenya semakin rendah.



II. TINJAUAN PUSTAKA

Semangka merupakan salah satu buah yang berkhasiat. Semangka berasal dari daerah tropik dan subtropik Afrika. Tumbuh liar di tepi jalan, padang belukar, pantai laut, atau ditanam di kebun dan pekarangan sebagai tanaman buah. Semangka dapat ditemukan dari dataran rendah sampai 1.000 m dpl. Terna semusim ini tumbuh menjalar di atas tanah atau memanjat dengan sulur-sulur atau alat pembelit. Batang lunak, bersegi dan berambut, panjangnya 1,5--5 m. Sulur tumbuh dari ketiak daun, bercabang 2--3. Daun letak berseling, bertangkai, helaian daun lebar dan berbulu, berbagi menjari, dengan ujung runcing, panjang 3--25 cm, lebar 1,5--15 cm, tepi bergelombang, kadang bergigi tidak teratur, permukaan bawah berambut rapat pada tulangnya. Bunga uniseksual, keluar dari ketiak daun, tunggal, biasanya bunga jantan lebih banyak, berbentuk lonceng lebar, warnanya kuning, mekar pada pagi hari. Buah berbentuk bola sampai bulat memanjang, besar bervariasi dengan panjang 20--30 cm, diameter 15--20 cm, dengan berat mulai dari 4 kg sampai 20 kg (Anonimous, 2010).
Kulit buahnya tebal dan berdaging, licin, warnanya bermacam-macam seperti hijau tua, kuning agak putih, atau hijau muda bergaris-garis putih. Daging buah warnanya merah, merah muda (pink), jingga (oranye), kuning, bahkan ada yang putih. Biji bentuk memanjang, pipih, warnanya hitam, putih, kuning, atau cokelat kemerahan. Ada juga yang tanpa biji (seedless). Biji yang sudah diolah disebut kuaci. Cara membuatnya, kumpulkan biji, lalu jemur dan sangrai. Setelah dingin, rendam dalam air garam seharian, lalu jemur kembali di panas matahari. Semangka selain dimakan sebagai buah segar juga dapat diminum sebagai jus (Anonimous, 2010).
Daging buah semangka rendah kalori dan mengandung air sebanyak 93,4%, protein 0,5%, karbohidrat 5,3%, lemak 0,1%, serat 0,2%, abu 0,5%, dan vitamin (A, B dan C). Selain itu, juga mengandung asam amino sitrullin (C6H13N3O3), asam aminoasetat, asam malat, asam fosfat, arginin, betain, likopen (C4O5H6), karoten, bromin, natrium, kalium, silvit, lisin, fruktosa, dekstrosa, dan sukrosa. Kulit semangka mengandung klorofil yang baik untuk kelenjar dan darah (Anonymous, 2010).
Rumus kimia klorofil yg terdapat pd kulit semangka yaitu C55H70O6N4Mg.
Berarti dalm kulit semangka terkandung unsur C, H, O, N dan Mg. Kulit buah semangka yang kaya akan unsure H. C, O, N dan Mg dapat didaur ulang menjadi alkohol yang difermentasi oleh jamur Saccharomyces cerevisiae. Saccharomyces cerevisiae telah lama digunakan dalam industri alkohol dan minuman beralkohol sebab memiliki kemampuan dalam memfermentasi glukosa menjadi ethanol. Hal yang menarik adalah proses fermentasi ethanol pada khamir tersebut berlangsung pada kondisi aerob (Francois dan Hers, 1984).
Kulit buah semangka kaya akan Ligniselulosa. Material berbasis lignoselulosa (lignocellulosic material) memiliki substrat yang cukup kompleks karena didalamnya terkadung lignin, polisakarida, zatekstraktif, dan senyawa organik lainnya. Bagian terpenting dan yang terbanyak dalam lignocellulosic material adalah polisakarida khususnya selulosa yang terbungkus oleh lignin dengan ikatan yang cukup kuat. Dalam kaitan konversi biomassa seperti bagas menjadi etanol, bagian yang terpenting adalah polisakarida. Karena polisakarida tersebut yang akan dihidrolisis menjadi monosakarida seperti glukosa, sukrosa, xilosa, arabinosa dan lain-lain sebelum dikonversi menjadi etanol (Castello dan Chum, 1998).
Proses hidrolisis umumnya digunakan pada industri etanol adalah menggunakan hidrolisis dengan asam (acid hydrolysis) dengan menggunakan asam sulfat (H2SO4) atau dengan menggunakan asam klorida (HCl). Proses hidrolisis dapat dilakukan dengan menggunakan enzim yang sering disebut dengan enzymatic hydrolysis yaitu hidrolisis dengan menggunakan enzim jenis selulase atau jenis yang lain. Keuntungan dari hidrolisis dengan enzim dapat mengurangi penggunaan asam sehingga dapat mengurangi efek negatif terhadap lingkungan. Kemudian setelah proses hidrolisis dilakukan fermentasi menggunakan yeast seperti S. cerevisiae untuk mengkonversi menjadi etanol. Proses hidrolisis dan fermentasi ini akan sangat efisien dan efektif jika dilaksanakan secara berkelanjutan tanpa melalui tenggang waktu yang lama, hal ini yang sering dikenal dengan istilah Simultaneous Sacharificatian dan Fermentation (SSF) (Lee, Kang, McAllister, and Cheng. 1997).
Selain Saccharomyces cerevisiae, Zymomonas mobilis juga sangat potensial, namun bakteri ini perlu dikembangkan lebih lanjut, karena toleransinya yang rendah terhadap garam dalam media dan membutuhkan media yang steril, sehingga menyulitkan untuk aplikasi skala industri (Iida, dkk., 1993; Saroso, 1998; Hepworth, 2005). Oleh karena itu Ragi (Saccharomyces cerevisiae) adalah mikroorganisme penghasil etanol yang paling dikenal saat ini. Efisiensi fermentasi dapat ditingkatkan dengan cara mengamobilisasi sel mikroorganisme yang digunakan. Amobilisasi sel bertujuan untuk membuat sel menjadi tidak bergerak atau berkurang ruang geraknya sehingga sel menjadi terhambat pertumbuhannya dan subtrat yang diberikan hanya digunakan untuk menghasilkan produk.
Material pendukung yang berupa sistem matriks, membran atau permukaan zat padat tertentu biasa digunakan sebagai carrier dalam amobilisasi sel. Sistem matriks untuk amobilisasi sel biasanya menggunakan gel polimer hidrofilik molekular tinggi seperti alginat, carragenan dan Agarosa. Dengan bahan ini, sel-sel diamobilisasi dengan cara penjebakan dalam gel yang bersangkutan (Prakasham dan Ramakrishna, 1998).
Mikroorganisme memiliki karakteristik dinding sel yang berbeda satu sama lain Perbedaan ini mempengaruhi efektifitas mobilisasinya pada berbagai bahan pendukung Suatu bahan pendukung tertentu dapa memberikan kualitas amobilisasi yang lebih baik dibandingkan bahan pendukung lain karena lebih cocok dengan sel yang diamobilisasi, misalnya kesesuaian jumlah gugus hidrofil antara bahan pendukung dan sel. Pada umumnya sel S. cerevisiae diamobilisasi dengan metode entrapping menggunakan matriks polisakarida. (Dias, dkk.2000).
Fermentasi atau biasa juga disebut dengan peragian, merupakam proses biokimia dimana terjadi perubahan kimia dari zat organik. Perubahan ini terjadi jika mikroorganisme penyebab fermentasi bereaksi dengan substrat organik yang sesuai dengan pertumbuhannya (Buckle, 1985).
Mulyarni (1977) menyatakan bahwa fermentasi adalah suatu proses pengolahan makanan dan minuman dengan bantuan mikroorganisme, yang telah dikenal sejak dulu kala. Akibar dari fermentasi, bahan pangan akan mengalami perubahan dalam sifat-sifatnya sehingga akan didapatkan suatu produk baru yang mana rasa serta aromanya telah berubah sama sekali dari bahan dasarnya. Prinsip dasar dari pengolahan makanan dan minuman dengan fermentasi sebenarnya adalah dengan mengaktifkan pertumbuhan dan metabolism mikroorganisme tertentu serta menekan pertumbuhan mikroorganisme lainnya yang tidak dibutuhkan.
Pada fermentasi terjadi proses pembebasan energy dari komponen organic dengan adanya reseptor hydrogen dan electron, selama proses fermentasi berlangsung atom hydrogen akan hilang dan electron komponen akan direduksi, electron tersebut akan membawa koenzim yang akan membentuk vitamin-vitamin (Ayres, 1980). Selanjutnya Ayres. (1980) menyatakan bahwa proses fermentasi merupaka proses respirasi yang disebut dengan proses oksidasi biologikal.
Frazier dan Westhiff (1978) menerangkan bahwa proses peragian (fermentasi) dapat dibedakan atas 2 (dua) tingkatan, yaitu :
1. Peragian tingkat pertama, berlangsung dalam keadaan aerob (adanya O2) yang terlarut dan O2 di permukaan, yang berfungsi untuk memperbanyak ragi (khamir) yang ditandai dengan timbulnya gas asam arang, dengan reaksi :
khamir
C6H12O6 + 6O2 6CO2 + 6H2O + 36 ATP
Pada proses peragian (fermentasi) tingkat pertama ini tidak ada atau sedikit sekali alkohol yang dihasilkan.
2. Peragian (fermentasi) berlangsung dalam keadaan anaerob. Pada tahap ini khamir dan enzim yang dihasilkan sudah cukup banyak, sehingga akan berlangsung fermentasi alkohol sampai sebagian atau seluruh gula dirobah menjadi alkohol, dengan reaksi :
khamir
C6H12O6 2C2H5OH + 2CO2 + 2ATP
Alkohol yang dihasilkan dari proses peragian (fermentasi) dapat digunakan dalam berbagai keperluan antara lain : sebagai pelarut, disinfektan, sebagai bahan baku industri kimia, bahan bakar dan sebagai bahan minuman (Suriawaria, 1986). Pelczer (1988) menyatakan bahwa alkohol merupakan sumber energy yang dapat digunakan sebagai campuran bahan bakar konvensional, seperti gasohol.
III. PELAKSANAAN PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2010 sampa selesai. Proses fermentasi alkohol dilakukan di Laboratorium Mikologi dan Mikrobiologi Jurusan Biologi dan pengujian kadar alkohol dilakukan di Laboratorium Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuam Alam, Universitas Andalas, Padang.
3.2 Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Metode Eksperimen, dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL), 4 perlakuan dengan 6 kali ulangan.
Perlakuan : a. Konsentrasi S. cerevisiae 2,5 gr
b. Konsentrasi S. cerevisiae 5 gr
c. Konsentrasi S. cerevisiae 7,5 gr
d. Konsentrasi S. cerevisiae 10 gr
3.3 Alat dan Bahan
3.3.1 Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pisau, panic, blender, saringan, sendok, botol selai, timbangan neraca, satu set alat Destilasi, lampu spiritus, erlemeyer, gelas ukur, pipet tetes, Piknometer, corong, kapas, beker glass, spiritus, tabung reaksi, pipet isap, mikroskop, refraktomer, kertas tissue, ayakan, kertas PH, aluminium foil.




3.3.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : kulit semangka, aquadest, ragi instan Saccharomyces cerevisiae, batu didih, NaOH 2 N, HCl 1 N, MgSO4 . 7H2O 0,6 gr, K2HPO4 0,3 gr, glukosa 30 gr dan (NH4)2SO4 0,6 gr.
3.4 Cara Kerja
3.4.1 Penyediaan Kulit Semangka
Kulit semangka dipisahkan dari isinya, lalu dipotong-potong kecil dan keringkan dibawah sinar matahari hingga warnanya hijau muda dank eras sperti kerupuk, kemudian kulit semangka yang sudah kering tersebut diblender hingga menjadi bubuk dan diayak sampai mendapatkan 700 gr.
3.4.2 Penyediaan Ragi Saccharomyces cerevisiae
Ragi yang digunakan dalam pembuatan alkohol dari kulit semangka ini adalah instan Saccharomyces cerevisiae (ragi permifan) yang dapat langsung digunakan tanpa pembuatan medium kultur.
3.4.3 Hidrolisa Kimia
Bubuk kulit semangka dihidrolisa dengan HCl 2 N sebanyak 400 mil untuk 60 gr bubuk kulit semangka. Untuk mempercepat proses hidrolisa, bahan dipanaskan pada plat pemanas selama 4 jam. Kemudian larutan disaring dan dinetralkan dengan penambahan NaOH 1 N sampai PH 6. Bahan yang telah mengalami hidrolisa diukur kadar gulanya.
3.4.4 Fermentasi
Untuk masing-masing perlakuan dosis ragi dibuat dengan cara mengambil masing-masing 1000 ml ekstrak kulit semangka kemudian dimasukkan aktifator : 0,6 gr (NH4)2SO4, 0,6 gr MgSO4 . 7H2O, 0,3 gr K2HPO4 dan 30 gr glukosa. Setelah itu masukkan kedalam 24 botol selai masing-masing sesuai perlakuannya. Setelah itu di sterilkan dalam Autoclave pada suhu 1250C dan tekanan 15 lbs. Kemudian didinginkan dan setelah itu diberi perlakuan perbedaan dosis ragi untuk setiap 6 botol selai yaitu dengan konsentrasi Saccharomyces cerevisiae 2,5 gr, 5 gr, 7,5 gr, dan 10 gr. Lalu diinkubasi selama 3 hari.
a. Penentuan kadar gula
Kadar gula awal dan akhir diukur dengan menggunakan alat refraktometer. Prisma refraktometer dibersihkan dengan air dan dikeringkan dengan kertas tissue. Diteteskan 1 - 2 tetes pada permukaan prisma objek dan ditutup rapat dengan penutupnya. Diarahkan refraktometer kea rah datangnya sinar, lalu diatur pandangan sehingga pada lensa okuler akan terlihat dengan jelas batas antara gelap dan terang skala yang terbaca pada daerah tersebut adalah kadar gula dari sampel yang dianalisa.
b. Penentuan PH awal dan akhir
Penentuan PH awal dan akhir dilakukan dengan menggunakan kertas PH. Kertas PH dimasukkan ke dalam sampel kemudian dicocokkan pada skala PH, sehingga PH sampel didapatkan, dimana PH awalnya sekitar 6-7.
3.4.5 Pengamatan dalam menentukan kadar alkohol
Kadar alkohol dihitung setelah Fermentasi berlangsung. Penentuan kadar alkohol yaitu dengan menggnakan destilasi dan penentuan bobot jenis hasil dari destilasi tersebut. Ambil sampel sebanyak 50 ml. lalu masukkan ke dalam labu destilasi kemudian ditambahkan air dengan volume yang sama. Destilasi campuran tersebut, sehingga didaptkan hasil destilasi 4 ml kurang dari volume yang di masukkan , lalu tambahkan 4 ml air ke dalam hasil destilasi tersebut. Suhu selama proses destilasi harus konstan maka untuk itu perlu ditambahkan batu didih ked ala labu destilasi. Hasil destilasi ditimbang dalam piknometer (botol penimbang). Bobot jenis alkohol ditentukan dengan rumus :
B2 – B0
BJ alkohol =
B1 – B0
Keterangan :
B1 = Berat piknometer + aquadest
B2 = Berat piknometer + hasil destilasi (alkohol)
B0 = Berat piknometer kosong
BJ = Berat jenis hasil destilasi
Pada waktu penimbangan sampel, dilakukan pula pencatatan suhu. Selanjutnya kadar alkohol dapat ditentukan menggunakan daftar bobot jenis dan kadar alkohol pada suhu kamar.











IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


Dari penelitian yang telah dilaksanakan didapatkan hasil sebagai berikut:

No volume sampel dosis S. cereviseae rata-rata kadar Alkohol
1 97.5 ml 2.5 gr 0.75%
2 95 ml 5 gr 1.50%
3 92.5 ml 7.5 gr 2.70%
4 90 ml 10 gr 3.45%

Dari data diatas dapat dilihat kadar alkohol yang dihasilkan pada tiap – tiap perlakuan. Pada sample yang diberi dosis S. cereviseae 2.5 gr diperoleh kadar alkohol sebesar 0.75%. Pada sample yang diberi dosis S. cereviseae 5 gr diperoleh kadar alkohol sebesar 1.50%, pada sample yang diberi dosis 7.5 gr diperoleh kadar alkohol sebesar 2.70%. Dan pada sample yang diberi dosis 10 gr diperoleh kadar alkohol sebesar 3.45%.
Secara umum sintesis etanol yang berasal dari biomassa terdiri dari dua tahap utama, yaitu hidrolisi dan fermentasi. Hidrolisis bertujuan untuk memecah polisakarida menjadi monosakarida sehingg dapat langsung difermentasi oleh yeast. Pada penelitian ini hidrolisis dilakukan secara biologis, yaitu menggunakan enzim. Enzim merupakan protein yang bersifat katalis, sehingga sering disebut biokatalis Enzim memiliki kemampuan mengaktifkan senyawa lain secara spesifik dan dapat meningkatkan kecepatan reaksi kimia yang akan berlangsung lama apabila tidak menggunakan enzim. Enzim yang digunakan harus sesuai dengan polisakarida yang akan dihidrolisis.
Dapat dilihat pada data diatas, semakin tinggi dosis S. cerevisea yang diberikan maka akan menghasilkan kadar alkohol yang semakin tinggi. Hal ini terjadi karena S. cerevisea merubah glukosa yang terdapat pada sample menjadi alkohol secara fermentasi. Persentase etanol meningkat seiring dengan peningkatan dosis S. cervisea sampai 10gr. Pada konsentrasi ini dihasilkan etanol sebesar 3.45 %. Menurut Roukas (1996), penurunan etanol pada konsentrasi glukosa berlebih terjadi sebagai efek inhibisi substrat dan produk. Menurut Naibaho (1983), semakin tinggi kadar dosis ragi yang diberikan sebagai biokatalisator dalam proses fermentasi, maka semakin tinggi kadar`alkohol yang dihasilkan. Didalam proses fermentasi untuk menghasilkan alkohol harus diberikan dosis ragi yang cocok dan lama fermentasi yang sesuai.
Pada perlakuan dengan menggunakan dosis ragi 2.5 gr didapatkan kadar alkohol sebesar 0.75%. hal ini terjadi karena rendahnya populasi awal sehingga gula yang ada hanya sedikit yang dirombak menjadi alkohol. Menurut Reed (1982), bahwa bila pertumbuhan ragi terhambat maka akan mengakibatkan aktivitas dari ragi yang akan berkurang, sehingga enzim yang dihasilkan juga berkurang dan alkohol pun akan berkurang juga.
Konsentrasi substrat yang terlalu tinggi mengurangi jumlah oksigen terlarut. Walaupun dalam jumlah yang sedikit, oksigen tetap dibutuhkan dalam fermentasi oleh S. cerevisiae untuk menjaga kehidupan dalam konsentrasi sel tinggi (Hepworth, 2005; Nowak, 2000; Tao dkk., 2005). Oksigen dibutuhkan untuk memproduksi ATP dalam glikolisis dan dalam fosforilasi oksidatif. Proses yang terakhir merupakan bentuk reaksi yang paling menonjol untuk memproduksi ATP. Bila tidak ada oksigen (anaerob), NADH dalam mitokondria tidak dapat dioksidasi kembali, maka pembentukan ATP, daur asam sitrat serta pemecahan nutrisi lain juga terhenti. Sebagai substrat energi tetap hanya glukosa yang pemecahannya menjadi piruvat melalui glikolisis menghasilkan dua molekul ATP.
Represi katabolit terjadi ketika glukosa, atau produk awal metabolisme glukosa, menekan sintesis berbagai enzim respirasi (Fietcher et al. 1981). Namun mekanisme detil, seperti senyawa yang memberikan sinyal untuk menekan sintesis tersebut, masih belum jelas (Walker 1998). Ide awal represi katabolit dicetuskan oleh von Meyenberg pada tahun 1969 (Alexander & Jeffries 1990) yang menumbuhkan S. cerevisiae dalam medium yang mengandung glukosa dengan metode continues culture. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa saat konsentrasi sel rendah, jalur metabolisme yang digunakan adalah respirasi, sedangkan ketika konsentrasi sel telah mencapai suatu angka kritis, fermentasi ethanol terjadi. Dari hasil tersebut diduga pada konsentrasi sel yang rendah, enzim-enzim respirasi masih mencukupi untuk melakukan jalur respirasi, namun saat konsentrasi sel bertambah, konsentrasi enzim tidak bertambah sebab ditekan sintesisnya oleh glukosa, sehingga jalur respirasi terhenti dan digantikan oleh fermentasi. Selain represi terhadap sintesis enzim, konsentrasi gula yang tinggi juga akan mengganggu struktur mitokondria khamir, sebagai contoh hilangnya membran dalam dan kristae. Namun struktur tersebut akan kembali normal saat jalur respirasi menggantikan fermentasi ethanol (Walker 1998). Perubahan struktur tersebut akan menghambat siklus Krebs dan fosforilasi oksidatif yang berlangsung di mitokondria.






V. KESIMPULAN


Dari hasil penelitian mengenai kemampuan berbagai dosis S. cerevisiae dalam memfermentasi kulit semangka untuk menghasilkan alkohol dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Semakin besar dosis ragi yang digunakan yaitu 7,5 gr – 10 gr maka makin besar pula kadar alkohol yang dihasilkan yaitu 3,45 – 8,417 %.
2. Rendahnya kadar alkohol pada perlakuan dosis ragi 7,5 gr dan 10 gr disebabkan oleh rendahnya populasi awal, sehingga gula yang ada hanya sedikit yang dirombak menjadi alkohol.
3. bila pertumbuhan ragi terhambat maka akan mengakibatkan aktifitas dari ragi berkurang, sehingga enzim yang dihasilkan juga berkurang dan alkohol pun akan ikut berkurang.
4. Pada inkubasi 72 jam kadar`alkohol tertinggi terdapat pada perlakuan 10 gr S. cerevisiae.
5. Pemberian beberapa dosis S. cerevisiae setelah diuji lanjut dengan BNT menunjukkan sangat berbeda nyata.








DAFTAR PUSTAKA

Anonimous. 2010. Tanaman Obat Indonesia. http://www.suaramedia.com/gaya-hidup/kesehatan/11099-kandungan-gizi-penting-pada-buah-melon.html. 19 Januari 2010
Alexander, M.A. & T.W. Jeffries. 1990. Respiratory efficiency and metabolize partitioning as regulatory phenomena in yeasts. Enzyme Micobe. Technol. 12: 2-29.
Ayres, I.C. 1980. Microbiology of Foods. W.H. Freeman and Company San Fransisco.
Buckle, KA, RA Edwards, GH Fleet dan M. Wootton. 1987. Ilmu Pangan. UI- Press, Jakarta.
Castello, R., dan Chum, H. (1998). Biomass, bioenergi dan carbon management. In “Bioenergi '98: Expdaning Bioenergi Partnerships” (D. Wichert, ed.). pp. 11-17.
Dias, J. C. T., Rezende, R. P. dan Linardi, V. R. (2000), Biodegradation of Acetonitrile by Cells of Candida guilliermondii UFMG-Y65 Immobilized in Alginat, k-Carrageenan and Citric Pectin, Departemen Mikrobiologi, Instituto de Ciencias Biologicas, Brasil.
Francois, J., E. van Schaftingen, & H-G. Hers. 1984. The mechanism by which glucose increases fructose-2,6-biphosphate concentration in Saccharomyces cerevisiae. European Journal of Biochemistry, 145: 187 – 193.
Frazier, W. C. And Westhoff D. C. (1978). Food Microbiology. 3rdEdition. Hill Publishing Co. New York.
Hepworth, M. (2005),”Technical, Environmental and Economic Aspects of Unit Operations for the Production of Bioethanol from Sugar Beet in the United Kingdom”, CET IIA Exercise 5, Corpus Christi College.
Iida, T., Izumida, H., Akagi, Y. dan Sakamoto, M. (1993), ”Continuous Ethanol Fermentation in Molasses medium Using Z. mobilis Immobilized in Photo-crosslinkable Resin Gels”, Journal of Fermentation and Bioengineering, Vol. 75, No. 1, 32-35.
Jusfah, J. 1990. Pemanfaatan Limbah Batang Pisang Sebagai Bahan Baku Pembuatan Alkohol Secara Fermentasi. Seminar Hasil Penelitian Bidang Eksakta. FMIPA UNAND. Padang.
Lee, S. S., J. K. Ha, H. S. Kang, T. McAllister, and K.-J. Cheng. 1997. Overview of energy metabolism, substrate utilization and fermentation characteristics of ruminal anaerobic fungi. Korean J. Anim. Nutr. Feedstuffs 21:295–314.
Naibaho, P.M. 1983. Pemanfaatan Inti Sawit sebagai Sumber Gula dan Alkohol. Buletin No. 04 balai Penelitian Perkebunan: Medan.
Nowak, J. (2000). “Ethanol Yield and Productivity of Zymomonas mobilis in Various Fermentation Methods”, Electronic Journal of Polish Agricultural Universities, Vol. 3, No. 2, seri Food Science and Technology.
Nuswamarhaeni, S, Prihatini dan E. P. Pohan. 1985. Mengenal Buah Unggul Indonesia. Penebar Swadaya. Jakarta.
Periadnadi. 1985. Penggunaan S. cerevisiae Hansen dalam Memfermentasi Nila Aren. Tesis Sarjana Biologi. FMIPA UNAND. Padang.
Prakasham, R.S. dan Ramakrishna, S. V. (1998), Microbial fermentations with immobilized cells, Lecture Handouts, Biochemical and Environmental Engineering, Indian Institute of Chemical Technology, India.
Reed, G. 1982. Outline of Microbial Taxonomy Metabolism and Genetics. In Reed. G. 1982. Prescott and Dunn’s Industrial Microbiology 4th Edition. AVI Publishing Company Inc. Westport-Conecticutt.
Roukas, T. (1996), “Continuous Ethanol Production from Nonsterilized Carob Pod Extract by Immobilized Saccharomyces cerevisiae on Mineral Kissiris Using A Two-reactor System”, Journal Applied Biochemistry and Biotechnology, Vol. 59, No. 3.
Rukmana, R. 1994. Budidaya Pisang. Penerbit Konisius: Yogyakarta
Saroso, H. (1998), “Pemanfaatan Kulit Pisang dengan Cara Fermentasi untuk Pembuatan Alkohol”, Majalah Bistek, Edisi 06/Th. VI/Desember, 20-28.
Suriawiria, U. 1980. Mikrobiologi Umum. Departemen Biologi. Fakultas MIPA: ITP. Bandung
Suriawiria, U. 1987. Mikrobiologi Umum. Penerbit Angkasa Baru: Bandung.
Tao, F., Miao, J. Y., Shi, G. Y. dan Zhang, K. C. (2003), “Ethanol Fermentation by an Acid-tolerant Zymomonas mobilis under Non-sterilized Condition”, Process Biochemistry , Elsevier, 40, 183-187.
Walker, G.M. 1998. Yeast: Physiology and biotechnology. John Wiley & Sons, Chichester: xi + 350 hlm.


LAMPIRAN

Rata-rata Konsentrasi Alkohol yang dihasilkan oleh Saccharomyces cerevisiae :
Perlakuan
(t) Ulangan (r)
1 2 3 4 5 6 Total Rata-rata
A 0,9 0,7 1,0 0,6 0,5 0,8 4,5 0,75
B 1,2 1,4 1,3 1,6 1,8 1,8 9,1 1,517
C 2,4 2,5 2,6 2,8 2,9 3,0 16,2 2,7
D 3,2 3,3 3,6 3,5 3,4 3,7 20,7 3,45
Total 7,7 7,9 8,5 8,5 8,6 9,3 50,5 8,417

GT2 (50,5)2
FK = = = 106,26041667
t . r 4 . 6
JKT = [(0,9)2 + (0,7)2 + (1,0)2 + (0,6)2 + (0,5)2 + (0,8)2 + (1,2)2 + (1,4)2 + (1,3)2 + (1,6)2 + (1,8)2 + (1,8)2 + (2,4)2 + (2,5)2 + (2,6)2 + (2,8)2 + (2,9)2 + (3,0)2 + (3,2)2 + (3,3)2 + (3,6)2 + (3,5)2 + (3,4)2 + (3,7)2] – 106,26041667 = 27,02958333

(4,5)2 + (9,1)2 + (16,2)2 + (20,7)2
JKP = - 106,26041667 = 26,07125
6
JKG = JKT – JKP
= 27,02958333 – 26,07125
= 0,95833333


Tabel ANOVA
No Db JK KT F.hit F. tab
0,05 0,01
1.

2. Perlakuan

Galat 3

20 8,6904166667

0,0479166665 9,1153** 3,10 5,85
Total
23
F.hit > F.tab
Ket : Antar Perlakuan menunjukkan berbeda sangat nyata
Pada percobaan ini F.hit > F.tab berarti pemberian beberapa dosis Saccharomyces cerevisiae menunjukkan berbeda sangat nyata (P > 0,05 dan 0,01) maka perlu uji lanjut dengan BNT.
BNT (0,05) = 2.306 x √(2x0,0479166665)
3
= 0,23795582
BNT (0,01) = 3,355 x √(2x0,0479166665)
3
= 0,34413818
notasi perlakuan Rata-rata P1 P2 P3 P4 BNT5% BNT1%
A P1 0.75 - 0,23795582 0,34413818
B P2 1.5 0.75** - 0,23795582 0,34413818
B P3 2.7 1.05** 1.2** - 0,23795582 0,34413818
B P4 3.45 2.7** 1.95** 0.75** - 0,23795582 0,34413818
Ket: Antar perlakuan menunjukkan sangat berbeda nyata.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar